Profil Ilmuwan Muslim Perintis Ilmu Pengetahuan Modern
o Bangsa Arab Muslim banyak mempersembahkan pengabdian yang mulia, hingga menepatkan penelitian cahaya dan teori-teorinya. Dalam ilmu ini, terlihat kepada kita kebesaran ciptaan Islam. Kalaau tidak karena Islam, tidak akan ada ilmi segitiga seperti halnya yang kita lihat sekarang. (Marx Mirehove).
o Apa yang kita namakan ilmu yang berkembang di Eropa sebagai hasil jiwa baru dalam mengadakan pembahasan metode-metode baru tentang penyelidikan, observasi, pengukuran, tentang perkembangan ilmi pasti, tidak dikenal oleh bangsa Yunani. Jiwa dan metode-metode itu diperkenalkan kepada sunia Eropa oleh bangsa Arab. (Briffault)
Itulah sebagian dari pernyataan jujur para ilmuan Barat terhadap Islam dan para ilmuwan besar yang berperan besar terhadap perkembangan ilmu pengetahuan modern. Tak terbantahkan bahwa peradaban Islam memang pernah menjadi mercusuar dunia, pada saat Eropa dirundung kegelapan pada Abad Pertengahan. Diakui atau tidak, peradaban Islam dengan para ilmuwan besarnya berperan besar dalam ‘menyulut’ berkobarnya renaissance, yang menandai bangkitnya Eropa dari keterpurukan.
Tapi sayang, semua itu terbalik 1800 sekarang ini. Umat Islam seolah ‘gaptek’ dalam menyikapi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat saat ini. Generasi muda Islam, seperti saya ini banyak yang tidak tahu bahwa kemajuan ilmu modern yang sangat pesat saat ini adalah atas prakarsa ‘kakek moyang’ mereka pada masa lampau.
Saya mengangkat tema Profil Ilmuwan Muslim Perintis Ilmu Pengetahuan Modern, saya harapkan dapat menyadarkan kepada umat Islam, khususnya Generasi muda Islam bahwa ‘moyang’ mereka pernah menorehkan tinta emas dalam sejarah peradaban dunia, hingga akhirnya menggugah kembali semangat umat Islam untuk mengejar ketertinggalan yang dialami saat ini.
Al-Khawarizmi
Al-Khawarizmi yang bernama lengakap Abu Abdullah Muhammad Ibn Musa Al-Khawarizmi adalah salah seorang matematikawan muslim yang sering dikaitkan dengan tempat kelahirannya, Khawarizmi. Pada masa itu Khawarizmi merupakan pusat penelitian Asia yang terkenal dan selalu dikenang. Penulis sejarah kenamaan, George Sarton mengungkapkan bahwa Al-Khawarizmi adalah salah seorang Ilmuwan muslim terbesar dan terbaik pada masanya. Sarton menyatakan juga bahwa periode antara abad keempat sampai kelima sebagai ‘Zaman Al-Khawarizmi’, karena ia adalah ahli matematika terbesar pada masanya.
Namun menurut sumber yang lain, Al-Khawarizmi hidup sekitar awal pertengahan abad ke-9 M. ia lahir di Khawarizm, Uzbekistan pada tahun 194 H/780M dan meninggal pada tahun 266H/850M di Bagdad. Dalam usia mudanya, pada masa khalifah Al-Ma’mun, ia bekerja di Bait Al-Hikmah di Bagdad. Disana ia bekerja dalam sebuah observatori tempat ia menekuni studi matematika dan astronomi. Disana ia juga dipercaya untuk mempimpim perpustakaan sang Khalifah.
Di Barat, terutama di Eropa, Al-Khawarizmi lebih dikenal dengan nama Algoarismi atau Algoarism. Nama Algorism pada abad-abad pertengahan, kemudian dipakai orang-orang Barat dalam arti kata aritmatika (ilmu hitung). Dengan menggunakan angka-angka Arab. Di Prancis, nama Algorism juga muncul sebagai Augrysm atau Augrism, sedang di Inggris digunakan kata Augrym atau Augrim. Di Spanyol ia mengalami sedikit perubahan menjadi Alguarisme. Demikian seterusnya, sehingga nama Al-Khawarizmi akhirnya menjadi sebuah monument sejarah aljabar yang kini telah berkembang menjadi matematika. Dan yang penting diketahui bahwa Al-Khawarizmi adalah orang muslim pertama dalam ilmu hitung atau matematika. Karena yang menemukan ilmu itu tak lain adalah Al-Khawarizmi sendiri. Algorisme sendiri merupakan system hitung nilai menurut tempat, dari kanan ke kiri, puluhan, ratusan, ribuan, dan seterusnya, begitu pula system desimal (persepuluhan) sebagai umum pengganti sexagesimal(perenampuluhan) yang umum dicapai dulu dalam kebudayaan-kebudayaan Semit.
Bila C.J. Toomer benar, sebagaimana yang dijelaskannya dalam “Dictionary Scientifik biography”(1973), maka dapat dikatakan bahwa hampir seluruh karya-karya Al-Khawarizmi disusun selama masa pemerintahan Al-Ma’mun (813-833), Khalifah II setelah Umayyah membangun kekhalifahan Islam di Damaskus pada tahun 661 M.
Ketika Al-Battani memperoleh penemuannya yang lebih cermat dan seksama daripada penemuan Ptolomeus, maka pada saat yang hampir bersamaan, Al-Khawarizmi telah memperkenalkan angka-angka India dan metode-metode perhitungan India pada dunia Islam. Ia memang banyak belajar dari sumber-sumber literature Hindu.
Karya-karya Al-Khawarizmi mengenai ilmu hitung India dan tabel-tebel astronomi tertua telah diterjemahkan oleh Adelard dari Dath pada abad ke-12M. karya-karya aljabarnya disebut “al-Mukhtasar fi Hisab al-Jabr wa al-Muqabala”. Karya tersebut sebagiannya telah diterjemahkan oleh Robert dari Chester dengan judul “Liber Algebras et Almucabola”. Setelah itu menyusul Gerard dari Cremona (1114-1187M) membuat versi kedua, “De Jebra et Almucabola” yang lebih baik bahkan mengungguli versi E. Rosen. Dengan jalan ini, berarti telah diperkenalkan di Eropa suatu ilmu yang tadinya secara komplit belum dikenal, sampai kemudian sebuah terminology yang masih mampu untuk terus tumbuh dan berkembang. Ada yang mampu untuk terus tumbuh dan berkembang. Ada yang menduga bahwa “Aljabar wa al-Muqabala” didasarkan pada astronomi Hindu Brahmagupta dan diterjemahkan ke dalam bahasa Latin oleh Gerard dari Cremona pada abad ke-7M.
a. Riwayat Angka Nol
Pada saat yang hampir bersamaan, ketika “algebra” sedang diterjemahkan. John dari Seville membuat sebuah versi bahasa Latin terkenal yang merupakan penyesuaian dari karyanya sendiri atau karya beberapa penulis muslim, yang telah hilang dalam versi bahasa Arab kecuali “Kitab Hisab al-Adab al-Hindi”. Karya John dari Seville itu berjudul “Liber Alghoarisme de Pratica arismetrice”.
Hubungan-hubungan yang ada diantara beberapa karya Abad Pertengahan yang berasal dari karangan al-Khawarizmi tampaknya masih kurang memadai. Namun semuanya mempunyai karakteristik umum, sehingga mereka menjelaskan bagaimana bekerja dengan sejumlah angka-angka dan bilangan-bilangan Arab yang pernah terkenal pada abad ke-3H/ke-9M. di semenanjung Iberia. Mengenai angka-angka ini, sarjana-sarjan abad pertengahan menemukan berbagai macam etimologi dan legenda-legenda. Gasper Tejada, misalnya menegaskan bahwa “Nol itu bukanlah sebuah tanda melainkan suatu ruang kosong”. Ini merupakan sebuah ide yang didapatkan jauh lebih awal dalam “Mafatih al-Ulum” atau “Keys of the Science”.
Angko nol atau kosong, dalam bahasa Arab disebut sifr. Dengan angka ini kita dapat menghitung puluhan, ratusan, ribuan dan seterusnya. Sebelum angka nol ditemukan atau diciptakan oleh orang Islam, orang menggunakan abacus sempoa semacam daftar yang merupakan jadwal dimana ditunjukan satuan puluhan, ratusan dan seterusnya untuk menjaga agar setiap angka tidak saling tertukar dari tempat yang telah ditentukan dalam hitungan. Sayang sekali bahwa abacus ini kurang populer dikalangan pemakai. Terbukti ketika Boethius dan Gerbert mencoba memperkenalkannya di Barat pada sekitar abad ke-10 M. ternyata kurang mendapat perhatian. Orang malah meniggalkannya dan berganti memakai raqam al-binji penemuan Al-Khawarizmi. Orang Islam membawa angka ini bersama dengan angka nol, yang baru menggunakannya setelah kira-kira 250 tahun dipakai orang Islam sendiri. Yang mungkin perlu ditelusuri lebih lanjut adalah mengenai penggunaan titik kecil sebagai pengganti angka nol yang hingga kini tetap terpakai dalam penulisan angka Arab
Sebuah karangan Al-Khawarizmi yang dianggap penting juga telah disalin ke dalam bahasa Latin oleh Prince Boncompagni dengan judul “Trattati d’ Arithmetica”. Buku tersebut membahas beberapa soal hitungan dan asal-usul angka, serta sejarah angka-angka yang sekarang ini kita gunakan. Buku terbit di Roma pada tahun 1857 M.
Bentuk actual angka-angka yang kurang penting untuk operasi-operasi digambarkan dalam “Liber Alghoarismi”, namun operasi-operasi tersebut dilakukan dengan cara 9 atau 10 simbol-simbol yang secara tidak langsung menyatakan suatu penyetahuan tentang aturan-aturan yang diuraikan secara terperinci oleh Al-Khawarizmi. Di Spanyol cara ini telah dikenal sekitar abad ke-10M, yang membuktikan adanya suatu cara penulisan bilangan dengan system posisional dengan dasar 10. dengan hal bentuk angka-angka yang digunakan pada waktu itu, sementara masih dilacak terus.
b. Jasa al-Faraid
“Liber Alghoarismi”dan karya-karya lain yang sama, semuanya menguraikan secara jelas operasi-operasi penambahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian. Semua ini menunjukan bagaimana seharusnya menggunakan pecahan-pecahan desimal dan sexagesimal. Dan semuanya mengguanakan apa yang disebut pecahan-pecahan Eqyptian yang menggunakan angka satu sebagai pembilang, sehingga kita dapat memperoleh angka atau bilangan lain dengan cara penambahan. Misalnya 1/3 + 1/15 = 2/5 atau ¼ + 1/28 = 2/7. bentuk-bentuk pecahan semacam ini telah ditemukan dalam Rhind Papyrus dan telah berkembang melampaui periode-periode Abad Pertengahan khususnya ketika system aturan warisan dalam Al-Qur’an menampilkan al-Faraid (ilmu tentang warisan) dan telah membuat operasi-operasi aritmatika yang menggunakan angka-angka pecahan menjadi lengkap sempurna
System tersebut, yang saat ini telah berkembang dengan baik, diperkirakan masuk Eropa melalui perantara berbagai versi bahasa Spanyol dan karya-karya Fibonacci, serta karya Gebert d’Adrignac dari Spanyol, salah satu karya Leonardo Fibonacci, “Liber Abaci” yang terdiri dari 15 bagian, merupakan hasil penelitiannya tentang ilmu aljabar yang pada saat itu (abad ke-8M) banyak dipakai di Barat. Hasil penelitian tersebut berasal dari orang Islam yang mutunya melebih cara-cara berhitung ala Pythagoras. Hal ini dipertegas lagi setelah ia berkelana di Mesir, Sicilia, Yunani dan lain sebagainya. Ditemukan pula bahwa ternyata pengetahuan tentang akar, pecahan, negatif dan positif adalah hasil penemuan ilmuwan Muslim.
Operasi-operasi dengan pecahan sexagesimal, ini diketahui amat penting untuk perhitungan-perhitungan astronomi, malahan lebih menarik lagi Al-Khawarizmi memberikan beberapa aturan yang melalui sesuatu penyelesaian dalam buku berjudul “De Numero Indorum” oleh John Seville, dengan cepat masuk menerobos bangku-bangku universitas. Karya-karya berbahasa Arab pada abad ke-9 M. Juga menyuguhkan topik-topik yagn mengandung suatu tabel pengalian dalam system sexagesimal. Tabel sexagesimal seperti disebutkan di atas ditemukan dalam karya Kusyiyar bin Labban (360-420H/971-1029M.) yang berjudul “KItab fi Ushul Hisab al-Hind” yang kini telah dianggap hilang. Sedang versi tertua yang masih tersimpan adalah versi bahasa latin karya Al-Khawarizmi “Astronomi Tables” yang kemudian diterjemahkan oleh Adelard dari Bath.
c. Tabel Astronomis
Sebagai seorang praktisi astronomi, Al-Khawarizmi dikenal sebagai salah satu tokoh pendiri bidang “Astrolabe” dan telah menyusun kurang lebih seratus tabel tentang bintang. Salah satu karyanya yang berjudul “Zij al-Shindhind” merupakan karya terpenting hingga saat ini. Ia merupakan sebuah tabel astronomis yang telah diterjemahkan oleh Adelard dari Bath ke dalam bahasa Latin, dan diedit oleh H Suter di bawah judul “Die Astronomischen Tafel des Muhammad Ibnu Musa al-Khawarizmi” (Kopenhagen-1914 M.).
Buku “Zis as-Sindhind” di atas telah menjadi subyek dari suatu komentar khusus Ibnu Al-Muthanna. Versi bahasa Arabnya telah hilang tapi versi bahasa Hebrew yang diedit dan diterjemahkan oleh B.R Goldstein (London-1967 M) dan versi bahasa Latin yang diedit oleh E. Millas Vendreli (Madrid-Barcelona, 1963 M) masih tetap tersimpan. Dengan demikian dapat diketahui bahwa karya Al-Khawarizmi mempunyai dua buah resensi, yang salah satunya digunakan oleh Adelard. Kemudian hanya ini dikoreksi Maslama Al-Majiriti.
Beberapa informasi komplementer tentang tranmisi dan kandungan “Tables” dapat ditemukan dalam karya Abraham ben Ezra, “El Libro los Fundamentos de las Tables Astronomicas”, dan dalam monograf-monograf J.J Burckhardt.
Sebuah analisa terhadap “Tables” Al-Khawarizmi mengungkapkan sumber-sumber yang digunakan serta ketidakteraturan sifat subyeknya. Teori menyangkut bulan misalnya, berasal dari sebuah sumber antara (intermediate source) yang tidak ada kaitannya dengan “Almagest”. Metode-metode yang digunakan untuk menentukan garis bujur sebuah planet secara tepat, berasal dari “Surya Shidanta” dan “Janda Jadyaka”. Nilai-nilai gerakan berasal dari Brahmagupta. Dan dalam manuskrip “Corpus Christi College”, yang berasal dari Adelard, terdapat sebuah gambaran mengenai gerak acak yang dijelaskan panjang lebar oleh Azarqui (Az-Zarkah), juga sama-sama berasal dari sumber-sumber India.
Sebuah sumber yang sama dapat dikenal dalam persamaan-persamaan yang menyangkut matahari dan dalam tabel-tabel sinus dengan R =150 (Ibnu Muthanma juga menyinggung nilai ini) yang kemudian diganti, dalam penyesuaian-penyesuaian yang dilakukan oleh Maslama, dengan penyesuaian-penyesuaian yang dilakukan basis R = 60, sebuah bilangan asli Yunani (Hellenistik). Di sisi lain metode-metode yang digunakan untuk menentukan gerakan maju dan mundurnya sebuah planet, langsung atau tidak berasal dari buku pegangan “Tables” karya Theo. Unsur-unsur lain yang diberikan di dalamnya, dalam “Tables” Al-Khawarizmi, berasal dari “Zij Ma’munj” dan “Zijasy-Syah”. Sedang dalam penentuan parallax, algorisme ulang (the repetitive algorism) diperoleh dari “Janda Jadyaka” dan ini membawa suatu parallelisme tertentu dengan metode yang digunakan oleh Keppler untuk menentukan anomaly eksentrik.
d. Kontribusi Al-Khawarizmi dalam Bidang Geografi
Dalam bidang geografi Al-Khawarizmi telah menulis sebuah teks geografi berjudul “Kitab Surat al-Ardh” yang berisi daftar bujur dan lintang kota-kota dan letak lokasinya. Katyanya tersebut didasarkan pada peta dunia yang dikembangkan berdasarkan ilmu “Ptolomy’s Geography” Buku ini telah diedit oleh H. Von Mzik, Leipzig pada tahun 1926, dan telah dijadikan obyek studi oleh C.A Nallino, “al_khawarizmi e il suo Rifacimento Della Geografi di Toledo” dalam “Reccolta di studi” (Roma 1944 M).
Karya Al-Khawarizi lainnya yang tetap dipertahankan adalah tentang penanggalan Yahudi “Istikhraj Tarikh al-Yahudi”. System penanggalan tersebut memberikan gambaran akurat siklus setiap sembilan belas tahun dengan tujuh bulan intercalasi; suatu aturan yang menentukan jatuhnya hari pada setiap minggu hari pertama bulan Tishri dimulai, perhitungan selisih diantara Yahudi (kreasi Adam) dan era Seleucid (1 Oktober 312 S.M), dan memberikan aturan dalam menentukan garis bujur antara matahari dan bulan. Buku ini diedit dalam “Rasa’il al-Mutafarrika fi al-Haya”, Haydar abad 1948 M dan telah ditelaah oleh E.S. Kennedy dalam “Scripta Mathematica”, 1964 M. Karya yang kaya akan informasi ini, membentuk suatu petunjuk tertua yang menyangkut penanggalan Yahudi. Al-Khawarizmi termasuk salah seorang diantara sekian banyak intelektual Muslim Arab yang mewariskan teorama-teorama trigonometri seperti Sinus, Kosinus, Tangen, Kotangen, dan sebagainya.
Abu Kamil Suja’
Ia bernama lengkap, Abu Kamil Shuja’ bin Aslam bin Muhammad bin Shuja’ Al-Hasib Al-Misri, dan merupakan penerus Muhammad bin Musa Al-Khawarizmi. Ia dikenal sebagai ahli aljabar tertua, yang karyanya cukup banyak bertebaran, sehingga tak berlebihan jika ia tergolong sebagai salah seorang ahli matematika terbesar pada Abad-abad Pertengahan Islam. Melalui Leonard dari Pisa serta pengikut-pengikutnya, Abu Kamil telah memberikan pengaruh besar pada perkembangan aljabar di Eropa. Tulisan-tulisannnya tentang geometri pun memberikan pengaruh dan konstribusi yang besar terhadap geometri Barat, terutama uraian-uraian aljabar terhadap soal-saol geometric. Liku-liku hidupnya nampaknya tidak begitu jelas. Namun dapat dikatakan bahwa ia hidup setelah Al-Khawarizmi (sekitar tahun 850 M), sebelum Ali bin Ahmad Imrani (955-956 M).
Sepanjang hidupnya, Abu Kamil Suja’ telah banyak menulis tentang ilmu aljabar. “Al-Fihrist”, sebuah daftar buku-buku tentang matematika dan astrologi, memuat dua buah karya berjudul “Kitab fi al-Jam wa at-Tafrik” (tentang penambahan dan pengurangan) serta kitab “Kitab al-Khata’aya” (tentang dua kesalahan). Kedua buku ini telah menjadi bahan diskusi yang berkepanjangan, dan sempat mengundang kerumitan dari para ahli sejak F. Woopeke mencoba memperkenalkan “Kitab fi al-Jam wa at-Tafrik” pada tahun 1863 M, dengan menerjemahkannya ke dalam bahasa Latin dengan judul “Augmentum et Diminuti” yang terdapat dalam buku “Liber Augmenti Diminutionis” dan “Histoire des Sciences Mathematiques et Italie”. Tidak satu pun karya-karya yang tersebut didalam “Al-Fihrist” dapat bertahan lama dalam bahasa Arab. Hampir dalam waktu singkat dapat diterjemahkan ke berbagai bahasa. “At-Ta’arif” misalnya, telah diterjemahkan dan dikomentari oleh H. Suter menjadi “Das Buch der Sletenheiten der Rechenkunst von Abu Kamil Al-Misri”. Buku tersebut menawarkan penyelesaian-penyelesaian integral terhadap persamaan-persamaan tak tentu. “At-Ta’arif” juga mempunyai versi bahasa Hebrew yang dikerjakan oleh Mordekhai Finzi dari Montua (1460 M), yang juga menerjemahkan beberapa risalah Abu Kamil Suja’ tentang soal-soal aljabar. Selain itu ada pula karya Abu Kamil Suja’ yang diterjemahkan oleh G. Sachendote, meski bukan berasal dari buku aslinya yang berbahasa Arab, melainkan lewat bahasa Spanyol.
Dalam risalahnya tentang al-Jabar, Abu Kamil Suja’ menekuni suatu bab mengenai al-Jabar dengan membentuk analisis dan menyusun beberapa metode yang halus menakjubkan. Analisis inderteminasi yang disebut dalam bagian akhir buku Al-Khawarizmi juga berusaha ia jabarkan. Ini semua terjadi sebelum terjadi penerjemahan Arithmetica karya Diophantes ke dalam bahasa Arab. Segera setelah Arithmetica diintroduksikan, dilakukanlah penapsiran besar-besaran terhadap karya Diophantes tersebut.
Aljabar Abu Kamil kelihatannya lebih dikenal lewat terjemahannya dari bahasa Latin dan Hebrew. Keduanya dikomentari oleh Al-Istakhri dan AL-Imrani, namun kedua komentar tersebut kini telah hilang. Hasil studi terperinci dan mendalam dari L.C. Karpinski, “The Algebra of Abu Kamil Shoja’ bin Asalam”, didasarkan atas terjemahan behasa Latin karya Abu Kamil. Pada definisi “Jazr” (radix, akar), “Mal”(cencus, capital) dan “adad mufrad” (numerus, angka mutlak), Abu Kamil Suja’ mengikuti Al-Khawarizmi, namun dalam banyak hal ia jauh mengungguli para pendahulunya. Bahkan ia berani mengadakan penambahan dan pengurangan dari akar-akar kuadrat yang hanya melibatkan bilangan-bilangan irasional, yang dilakukan oleh matematikus-matematikus sebelumnya.
Dalam istilah “On the Pentagon and Decagon”, terjemahan versi bahasa Latin oleh H. Suter dan versi bahasa Hebrew oleh Sacherdote, semua soal yang ada diselesaikan dengan cara sederhana dan jelas melalui penerapan aljabar ke dalam geometri. Lewat risalah ini, Abu Kamil Suja’ menggunakan angka khusus untuk kuantitas tertentu. Dalam hal ini sebenarnya belum terbebas sepenuhnya dari metode Al-Khawarizmi. Sungguhpun demikian, dengan cara penyelesaian problem semacam itu, ia telah jauh mengungguli para pendahulunya, dan karyanya menandai suatu kemajuan yang amat penting. Sacherdote sendiri telah menunjukan bahwa Leonard dari Pisa tahu betul akan risalah ini, dan menyebarkan penggunaannya lewat karyanya “Practica geometriae” atau “Practice of Geometry”.
Seperti diketahui, bahwa Leonard dari Pisa yang lebih dikenal dengan Fibonacci merupakan salah seorang dari Eropa yang mengelana ke berbagai pusat ilmu pengetahuan Arab pada abad ke-13 M. Dan sekembali ke negaranya, ia menulis dan menterjemahkan buku-buku pengetahuan Arab, termasuk pula matematika. Fibonacci inilah yang termasuk salah satu penyebar pengetahuan tentang lembaga bilangan Hindu-Arab ke Eropa lama. Dengan dasar berhitung menurut Abu Kamil Suja’ dan AL-Khawarizmi, maka ia berhasil menyusun bukunya “Liber Abaci” pada tahun 1202 M, yang kemudian disempurnakan pada tahun 1228 M. dalam buku tersebut terkandung antar lain:
1. Pengetahuan tentang berhitung dengan bilangan bulat dan pecahan.
2. Cara berhitung akar 2 (kuadrat) dan akar 3 (kubik).
3. Cara memecahkan persamaan linier dan kuadrat.
4. Cara Menghitung melalui penjajagan dan jawaban palsu (rules of false position).
5. Pengetahuan matematika yang kemudian disebut barisan Fibinacci, yaitu 1, 2, 3, 5, 8, 13, 21, 34, 55, 89, 144, ……dan seterusnya. Dengan bilangan ini nantinya akan diperoleh suatu segitiga Pascal, dengan penjumlahan bilangan menurut garis lurus.
13 Februari 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar